Minggu, 07 Oktober 2012

Cerita Haji dan Wajibnya Haji

Dalil tentang Ibadah Haji ialah firman alloh dlm surah al-hajj ayat 27-28 dan juga pada surah al-baqarah ayat 197.
Dan juga hadits nabi saw "Barang siapa yg datang ke mekah untuk mencari ke ridhoan alloh ta'ala, maka pasti diampuni segala dosa2nya yg telah lewat dan yang akan datang serta dapat menyafa'ati kepada orang yg mendoakannya.


Sudah kita ketahui bersama bahwa Ibadah Haji adalah ibadah yang amat mulia. Ibadah tersebut adalah bagian dari rukun Islam bagi orang yang mampu menunaikannya. Keutamaan haji banyak disebutkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Berikut beberapa di antaranya:

Pertama: Ibadah Haji merupakan amalan yang paling afdhol.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
سُئِلَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَىُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ « إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ « جِهَادٌ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ « حَجٌّ مَبْرُورٌ »
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Amalan apa yang paling afdhol?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ada yang bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Ada yang bertanya kembali, “Kemudian apa lagi?” “Haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 1519)

Kedua: Jika ibadah haji tidak bercampur dengan dosa (syirik dan maksiat), maka balasannya adalah surga
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349). An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud, ‘tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga’, bahwasanya haji mabrur tidak cukup jika pelakunya dihapuskan sebagian kesalahannya. Bahkan ia memang pantas untuk masuk surga.” (Syarh Shahih Muslim, 9/119)

Ketiga: Haji termasuk jihad fii sabilillah (jihad di jalan Allah)
Dari ‘Aisyah—ummul Mukminin—radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ ، أَفَلاَ نُجَاهِدُ قَالَ « لاَ ، لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ »
Wahai Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah amalan yang paling afdhol. Apakah berarti kami harus berjihad?” “Tidak. Jihad yang paling utama adalah haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 1520)

Keempat: Haji akan menghapuskan kesalahaan dan dosa-dosa
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari no. 1521).
Kelima: Haji akan menghilangkan kefakiran dan dosa.  
Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (HR. An Nasai no. 2631, Tirmidzi no. 810, Ahmad 1/387. Kata Syaikh Al Albani hadits ini hasan shahih)

Keenam: Orang yang berhaji adalah tamu Allah
Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
الْغَازِى فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللَّهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ
Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji serta berumroh adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu, jika mereka meminta kepada Allah pasti akan Allah beri” (HR. Ibnu Majah no 2893. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Begitu luar biasa pahala dari berhaji. Semoga kita pun termasuk orang-orang yang dimudahkan oleh Allah untuk menjadi tamu-Nya di rumah-Nya. Semoga kita dapat mempersiapkan ibadah tersebut dengan kematangan, fisik yang kuat, dan rizki yang halal.
Semoga Allah mengaruniakan kita haji yang mabrur yang tidak ada balasan selain surga.
 

’Ustaz ini seperti orang sinting saja,’’ kata Camat Wonosari Lukman Amu SPd, MM, menanggapi permintaan Ustaz Mawardi. Bagaimana tidak. Senin kemarin mereka duduk bersama di Kantor Kecamatan tanpa bicara soal naik haji sama sekali. Tiba-tiba Selasa esok harinya Ustaz datang lagi ke Kecamatan, mau pinjam uang untuk ongkos naik pesawat ke Jakarta karena akan berangkat haji. Cerita apa ini, kayak Kisah 1001 Malam saja. ‘’Ustaz ini seharusnya pergi saja ke Rumah Sakit Jiwa,’’ ucap Pak Camat kesal.
Mawardi Yusuf hanya mampu menghela nafas. Jangankan Pak Camat, keluarganya sendiri pun tak ada yang percaya dia akan naik haji, kecuali sang istri. Demikian pula warga Desa Dimito, hanya tertawa mendengar cerita Ustaz mau naik haji. ‘’Ustaz Mawardi itu kerja di mana, gajinya berapa, kok tiba-tiba mampu naik haji. Dia kan kerjanya hanya dakwah,’’ celoteh seorang tetangganya.
Kabar gembira itu memang begitu mendadak. Senin malam sepulang menemui Pak Camat, Ustaz Mawardi ditelepon dari Kantor Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia di Jakarta. ‘’Ustaz, antum berangkat haji tahun ini. Segera siap-siap, dan harus sudah tiba di Jakarta dalam pekan ini,’’ begitu pesan dari induk organisasinya.
Tentu saja Mawardi terperangah mendengar kabar tanpa ba-bi-bu itu. Dia sampai tiga kali mengonfirmasi berita tersebut hingga haqqul yaqin.
Setelah pontang-panting kesana-kemari, akhirnya Ustaz Mawardi mendapat pinjaman ongkos dari seorang saudara istrinya di Kota Boalemo. Diapun mengantongi tiket pesawat ke Jakarta.
Petang sebelum berangkat ke Bandara Djalaluddin, Ustaz Mawardi dan istrinya, Maryam Pakaya, mengundang para tetangga untuk walimatus safar haji. Tetangga memang berdatangan. Tapi, bukan untuk mendoakan keberangkatannya, melainkan mencemooh. Mereka pun ogah masuk rumah Ustaz untuk menikmati sajian syukuran kecil.
Malam itu juga, dengan hanya ditemani istri dan Idris anaknya, Ustaz Mawardi pergi ke kota yang jaraknya sekitar 55 km dari Dimito. Esoknya, Ustaz akan terbang ke Jakarta dengan pesawat paling pagi.
Sepekan kemudian, nomor telepon asing berawalan +966 menderingkan ponsel Camat Wonosari, Kab Boalemo, Gorontalo.
‘’Siapa ini?’’ tanya Lukman Amu SPd, MM.
Ustaz Mawardi! Ternyata Sang Ustaz pembina Wonosari itu yang menelepon dari Masjidil Haram di Makkah.
‘’Masya Allah, jadi benar rupanya Ustaz naik haji,’’ Lukman terperangah. Tiba-tiba ia merasa sangat menyesal telah mengingkari Ustaz. Ternyata Sang Ustaz bukan saja naik haji, melainkan berhaji dengan ONH Plus!
Maka, tergopoh-gopoh Camat Wonosari lalu ngebut ke Desa Dimito. Sesampainya di sana, ia berseru lewat pengeras suara Masjid Darul Falah: ‘’... Ustaz Mawardi Yusuf memang sedang menunaikan ibadah haji, tadi beliau menelepon saya langsung dari Makkah....’’
Tak hanya itu. Ketika dua pekan kemudian Ustaz Mawardi pulang haji, Lukman Amu SPd, MM menyambutnya dengan pesta syukuran di rumah Ustaz. Seluruh biaya dia yang bayar.
‘’Masya Allah Ustaz, maafkan saya. Kalau tahu begini, waktu itu pasti saya akan kasih uang Ustaz, bukan hanya meminjamkan,’’ ucap Camat Wonosari sambil memeluk hangat Ustaz Haji Mawardi.
Pelukan Pak Natsir
Sudah selayaknya Dewan Da’wah setiap tahun memberi hadiah naik haji buat para da’i seperti Ustaz Mawardi.
Mawardi N Yusuf, termasuk da’i generasi tahun 1990-an yang dikirim Dewan Da’wah ke pedalaman Nusantara. Sebelum bertugas, ia bersama puluhan da’i muda lainnya digembleng di Pesantren Pertanian Darul Fallah, Ciampea, Bogor.
DR Mohammad Natsir, salah satu mentor mereka. Sebelum melepas para da’i, Pak Natsir menyalami dan memeluk mereka satu persatu. Wasiat da’wah pun dibisikkan mantan Perdana Menteri RI yang juga pendiri Dewan Da’wah itu.
Kelak, taushiyah dan pelukan Pak Natsir, menjadi kenangan sekaligus energi besar bagi para da’i. ‘’Kalaulah bukan karena amanat dakwah yang diwasiatkan Pak Natsir, da’i Dewan Da’wah tidak akan tahan hidup di pedalaman,’’ ucap Mawardi Yusuf.
Ketika diterjunkan ke Wonosari yang waktu itu masih bagian dari kecamatan Paguyaman, Ustaz Mawardi seperti berdakwah di ‘’Indonesia Kecil’’. Di daerah transmigrasi tersebut, berdatangan keluarga-keluarga trans dari berbagai suku di Tanah Air; Lombok, Bali, Madura, Jawa, Minahasa, Makasar, dan lain-lain.
Di tengah hutan yang baru dibuka sebagai pemukiman itulah, Mawardi harus berjuang untuk eksis sekaligus menerangi kehidupan kaum transmigran.
Beruntung dia mendapat jodoh Maryam Pakaya, gadis Kota Gorontalo yang mau diajak hidup di tengah hutan. Selain pintar memasak, Maryam juga gesit berkebun dan beternak. Mereka punya sepetak lahan kacang tanah dan seekor sapi, yang ditangani Maryam.
Perempuan ini juga membuka PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) ‘’Rinjani’’ di rumahnya. Dia mengajar di situ bersama sejumlah guru lain. Muridnya sekitar 40-an.
Salah satu tantangan dakwah Ustaz Mawardi adalah adat-istiadat yang tidak Islami. Misalnya budaya sunat yang hanya menggores sedikit alat vital bocah lelaki muslim, bukan memotong ujung ‘’kulup burung’’ sebagaimana seharusnya. Kalau goresan itu sudah sembuh, si bocah boleh bersunat lagi disertai pesta tiga hari. Begitu seterusnya, sehingga seorang anak dapat bersunat lebih dari dua kali.
Budaya lain adalah feodalisme. Seluruh pengunjung sebuah hajatan tidak boleh bubar dulu, sebelum pejabat desa atau kecamatan apalagi kabupaten, datang. Padahal, para pejabat itu biasa datang sangat terlambat. Selain jalanan yang jauh dan rusak, mereka juga punya bermacam dalih untuk telat.
‘’Waktu dakwah saya bisa habis hanya untuk menunggu kehadiran pejabat,’’ keluh Mawardi, yang melayani umat di 14 desa di Kecamatan Wonosari.
‘’Saya semakin tua, stamina kian lemah. Saya kurus bukan karena kurang makan, tapi terlalu banyak kena angin malam,’’ ujar Ustaz yang berkendara motor untuk dakwah.
Dalam sehari, ia biasanya melayani undangan dakwah di 3 tempat berbeda. Bukan kemacetan yang jadi kendala menuju lokasi, tapi jarak yang jauh dan kondisi sekujur jalan yang berkubang. Seringkali Ustaz harus menginap di tengah jalan, bila jalan malam dan motor rusak atau turun hujan.
Untuk meneruskan dakwahnya kelak, Ustaz Mawardi menyekolahkan anak sulungnya, Usman Yusuf Mawardi, ke Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Gorontalo. ‘’Alhamdulillah, Usman mendapat beasiswa di sini, tadinya mau saya masukkan ke Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah M Natsir di Jakarta,’’ ungkap Ustaz.
Mohammad Idris, anak kedua yang masih duduk di kelas 6 SD, juga sudah digadang-gadang agar kelak jadi da’i. ‘’Saya ingin Idris masuk Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah M Natsir,’’ harap Ustaz Mawardi.
Dia pun mengundang da’i baru untuk menemaninya di Wonosari. ‘’Tolong beri saya teman satu da’i lagi. Insya Allah saya sediakan rumah saya untuk ditempati, tanah untuk digarap, dan gadis tercantik untuk diperjodoh,’’ katanya penuh asa. [nurbowo/humas LAZIS Dewan Da’wah]

0 komentar:

Posting Komentar