Dalil tentang Ibadah Haji ialah firman alloh dlm surah al-hajj ayat 27-28 dan juga pada surah al-baqarah ayat 197.
Dan juga hadits nabi saw "Barang siapa yg datang ke mekah untuk mencari ke ridhoan alloh ta'ala, maka pasti diampuni segala dosa2nya yg telah lewat dan yang akan datang serta dapat menyafa'ati kepada orang yg mendoakannya.
Pertama: Ibadah Haji merupakan amalan yang paling afdhol.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
Kedua: Jika ibadah haji tidak bercampur dengan dosa (syirik dan maksiat), maka balasannya adalah surga
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Ketiga: Haji termasuk jihad fii sabilillah (jihad di jalan Allah)
Dari ‘Aisyah—ummul Mukminin—radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
Keempat: Haji akan menghapuskan kesalahaan dan dosa-dosa
Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Keenam: Orang yang berhaji adalah tamu Allah
Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
’Ustaz ini seperti orang sinting saja,’’ kata Camat Wonosari Lukman Amu SPd, MM, menanggapi permintaan Ustaz Mawardi. Bagaimana tidak. Senin kemarin mereka duduk bersama di Kantor Kecamatan tanpa bicara soal naik haji sama sekali. Tiba-tiba Selasa esok harinya Ustaz datang lagi ke Kecamatan, mau pinjam uang untuk ongkos naik pesawat ke Jakarta karena akan berangkat haji. Cerita apa ini, kayak Kisah 1001 Malam saja. ‘’Ustaz ini seharusnya pergi saja ke Rumah Sakit Jiwa,’’ ucap Pak Camat kesal.
Dan juga hadits nabi saw "Barang siapa yg datang ke mekah untuk mencari ke ridhoan alloh ta'ala, maka pasti diampuni segala dosa2nya yg telah lewat dan yang akan datang serta dapat menyafa'ati kepada orang yg mendoakannya.
Sudah kita ketahui bersama bahwa Ibadah Haji
adalah ibadah yang amat mulia. Ibadah tersebut adalah bagian dari
rukun Islam bagi orang yang mampu menunaikannya. Keutamaan haji
banyak disebutkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Berikut beberapa di
antaranya:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
سُئِلَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَىُّ
الأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ « إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ » . قِيلَ
ثُمَّ مَاذَا قَالَ « جِهَادٌ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا
قَالَ « حَجٌّ مَبْرُورٌ »
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Amalan apa yang paling
afdhol?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ada yang bertanya lagi, “Kemudian apa
lagi?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan
Allah.” Ada yang bertanya kembali, “Kemudian apa lagi?” “Haji mabrur”,
jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 1519)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
“Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349). An Nawawi rahimahullah menjelaskan,
“Yang dimaksud, ‘tidak ada balasan yang pantas baginya selain
surga’, bahwasanya haji mabrur tidak cukup jika pelakunya dihapuskan
sebagian kesalahannya. Bahkan ia memang pantas untuk masuk surga.”
(Syarh Shahih Muslim, 9/119)
Dari ‘Aisyah—ummul Mukminin—radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، نَرَى الْجِهَادَ
أَفْضَلَ الْعَمَلِ ، أَفَلاَ نُجَاهِدُ قَالَ « لاَ ، لَكِنَّ أَفْضَلَ
الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ »
“Wahai
Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah amalan yang paling
afdhol. Apakah berarti kami harus berjihad?” “Tidak. Jihad yang
paling utama adalah haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.” (HR. Bukhari no. 1520)
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa
yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak
berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika
dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari no. 1521).
Kelima: Haji akan menghilangkan kefakiran dan dosa. Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ
فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ
خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ
الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
“Ikutkanlah
umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan
dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas,
dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali
surga.” (HR. An Nasai no. 2631, Tirmidzi no. 810, Ahmad 1/387. Kata Syaikh Al Albani hadits ini hasan shahih)
Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
الْغَازِى فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللَّهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ
“Orang
yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji serta berumroh
adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun memenuhi
panggilan. Oleh karena itu, jika mereka meminta kepada Allah pasti
akan Allah beri” (HR. Ibnu Majah no 2893. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Begitu
luar biasa pahala dari berhaji. Semoga kita pun termasuk orang-orang
yang dimudahkan oleh Allah untuk menjadi tamu-Nya di rumah-Nya.
Semoga kita dapat mempersiapkan ibadah tersebut dengan kematangan,
fisik yang kuat, dan rizki yang halal.
Semoga Allah mengaruniakan kita haji yang mabrur yang tidak ada balasan selain surga.’Ustaz ini seperti orang sinting saja,’’ kata Camat Wonosari Lukman Amu SPd, MM, menanggapi permintaan Ustaz Mawardi. Bagaimana tidak. Senin kemarin mereka duduk bersama di Kantor Kecamatan tanpa bicara soal naik haji sama sekali. Tiba-tiba Selasa esok harinya Ustaz datang lagi ke Kecamatan, mau pinjam uang untuk ongkos naik pesawat ke Jakarta karena akan berangkat haji. Cerita apa ini, kayak Kisah 1001 Malam saja. ‘’Ustaz ini seharusnya pergi saja ke Rumah Sakit Jiwa,’’ ucap Pak Camat kesal.
Mawardi
Yusuf hanya mampu menghela nafas. Jangankan Pak Camat, keluarganya
sendiri pun tak ada yang percaya dia akan naik haji, kecuali sang istri.
Demikian pula warga Desa Dimito, hanya tertawa mendengar cerita Ustaz
mau naik haji. ‘’Ustaz Mawardi itu kerja di mana, gajinya berapa, kok
tiba-tiba mampu naik haji. Dia kan kerjanya hanya dakwah,’’ celoteh
seorang tetangganya.
Kabar
gembira itu memang begitu mendadak. Senin malam sepulang menemui Pak
Camat, Ustaz Mawardi ditelepon dari Kantor Dewan Da’wah Islamiyah
Indonesia di Jakarta. ‘’Ustaz, antum berangkat haji tahun ini.
Segera siap-siap, dan harus sudah tiba di Jakarta dalam pekan ini,’’
begitu pesan dari induk organisasinya.
Tentu saja Mawardi terperangah mendengar kabar tanpa ba-bi-bu itu. Dia sampai tiga kali mengonfirmasi berita tersebut hingga haqqul yaqin.
Setelah
pontang-panting kesana-kemari, akhirnya Ustaz Mawardi mendapat pinjaman
ongkos dari seorang saudara istrinya di Kota Boalemo. Diapun mengantongi
tiket pesawat ke Jakarta.
Petang sebelum berangkat ke Bandara Djalaluddin, Ustaz Mawardi dan istrinya, Maryam Pakaya, mengundang para tetangga untuk walimatus safar haji. Tetangga memang berdatangan. Tapi, bukan untuk mendoakan keberangkatannya, melainkan mencemooh. Mereka pun ogah masuk rumah Ustaz untuk menikmati sajian syukuran kecil.
Malam
itu juga, dengan hanya ditemani istri dan Idris anaknya, Ustaz Mawardi
pergi ke kota yang jaraknya sekitar 55 km dari Dimito. Esoknya, Ustaz
akan terbang ke Jakarta dengan pesawat paling pagi.
Sepekan kemudian, nomor telepon asing berawalan +966 menderingkan ponsel Camat Wonosari, Kab Boalemo, Gorontalo.
‘’Siapa ini?’’ tanya Lukman Amu SPd, MM.
Ustaz Mawardi! Ternyata Sang Ustaz pembina Wonosari itu yang menelepon dari Masjidil Haram di Makkah.
‘’Masya
Allah, jadi benar rupanya Ustaz naik haji,’’ Lukman terperangah.
Tiba-tiba ia merasa sangat menyesal telah mengingkari Ustaz. Ternyata
Sang Ustaz bukan saja naik haji, melainkan berhaji dengan ONH Plus!
Maka, tergopoh-gopoh Camat Wonosari lalu ngebut
ke Desa Dimito. Sesampainya di sana, ia berseru lewat pengeras suara
Masjid Darul Falah: ‘’... Ustaz Mawardi Yusuf memang sedang menunaikan
ibadah haji, tadi beliau menelepon saya langsung dari Makkah....’’
Tak
hanya itu. Ketika dua pekan kemudian Ustaz Mawardi pulang haji, Lukman
Amu SPd, MM menyambutnya dengan pesta syukuran di rumah Ustaz. Seluruh
biaya dia yang bayar.
‘’Masya
Allah Ustaz, maafkan saya. Kalau tahu begini, waktu itu pasti saya akan
kasih uang Ustaz, bukan hanya meminjamkan,’’ ucap Camat Wonosari sambil
memeluk hangat Ustaz Haji Mawardi.
Pelukan Pak Natsir
Sudah selayaknya Dewan Da’wah setiap tahun memberi hadiah naik haji buat para da’i seperti Ustaz Mawardi.
Mawardi N
Yusuf, termasuk da’i generasi tahun 1990-an yang dikirim Dewan Da’wah
ke pedalaman Nusantara. Sebelum bertugas, ia bersama puluhan da’i muda
lainnya digembleng di Pesantren Pertanian Darul Fallah, Ciampea, Bogor.
DR
Mohammad Natsir, salah satu mentor mereka. Sebelum melepas para da’i,
Pak Natsir menyalami dan memeluk mereka satu persatu. Wasiat da’wah pun
dibisikkan mantan Perdana Menteri RI yang juga pendiri Dewan Da’wah itu.
Kelak,
taushiyah dan pelukan Pak Natsir, menjadi kenangan sekaligus energi
besar bagi para da’i. ‘’Kalaulah bukan karena amanat dakwah yang
diwasiatkan Pak Natsir, da’i Dewan Da’wah tidak akan tahan hidup di
pedalaman,’’ ucap Mawardi Yusuf.
Ketika
diterjunkan ke Wonosari yang waktu itu masih bagian dari kecamatan
Paguyaman, Ustaz Mawardi seperti berdakwah di ‘’Indonesia Kecil’’. Di
daerah transmigrasi tersebut, berdatangan keluarga-keluarga trans dari
berbagai suku di Tanah Air; Lombok, Bali, Madura, Jawa, Minahasa,
Makasar, dan lain-lain.
Di
tengah hutan yang baru dibuka sebagai pemukiman itulah, Mawardi harus
berjuang untuk eksis sekaligus menerangi kehidupan kaum transmigran.
Beruntung
dia mendapat jodoh Maryam Pakaya, gadis Kota Gorontalo yang mau diajak
hidup di tengah hutan. Selain pintar memasak, Maryam juga gesit berkebun
dan beternak. Mereka punya sepetak lahan kacang tanah dan seekor sapi,
yang ditangani Maryam.
Perempuan
ini juga membuka PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) ‘’Rinjani’’ di
rumahnya. Dia mengajar di situ bersama sejumlah guru lain. Muridnya
sekitar 40-an.
Salah
satu tantangan dakwah Ustaz Mawardi adalah adat-istiadat yang tidak
Islami. Misalnya budaya sunat yang hanya menggores sedikit alat vital
bocah lelaki muslim, bukan memotong ujung ‘’kulup burung’’ sebagaimana
seharusnya. Kalau goresan itu sudah sembuh, si bocah boleh bersunat lagi
disertai pesta tiga hari. Begitu seterusnya, sehingga seorang anak
dapat bersunat lebih dari dua kali.
Budaya
lain adalah feodalisme. Seluruh pengunjung sebuah hajatan tidak boleh
bubar dulu, sebelum pejabat desa atau kecamatan apalagi kabupaten,
datang. Padahal, para pejabat itu biasa datang sangat terlambat. Selain
jalanan yang jauh dan rusak, mereka juga punya bermacam dalih untuk
telat.
‘’Waktu
dakwah saya bisa habis hanya untuk menunggu kehadiran pejabat,’’ keluh
Mawardi, yang melayani umat di 14 desa di Kecamatan Wonosari.
‘’Saya
semakin tua, stamina kian lemah. Saya kurus bukan karena kurang makan,
tapi terlalu banyak kena angin malam,’’ ujar Ustaz yang berkendara motor
untuk dakwah.
Dalam
sehari, ia biasanya melayani undangan dakwah di 3 tempat berbeda. Bukan
kemacetan yang jadi kendala menuju lokasi, tapi jarak yang jauh dan
kondisi sekujur jalan yang berkubang. Seringkali Ustaz harus menginap di
tengah jalan, bila jalan malam dan motor rusak atau turun hujan.
Untuk
meneruskan dakwahnya kelak, Ustaz Mawardi menyekolahkan anak sulungnya,
Usman Yusuf Mawardi, ke Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Gorontalo.
‘’Alhamdulillah, Usman mendapat beasiswa di sini, tadinya mau saya
masukkan ke Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah M Natsir di Jakarta,’’ ungkap
Ustaz.
Mohammad
Idris, anak kedua yang masih duduk di kelas 6 SD, juga sudah
digadang-gadang agar kelak jadi da’i. ‘’Saya ingin Idris masuk Sekolah
Tinggi Ilmu Dakwah M Natsir,’’ harap Ustaz Mawardi.
Dia pun
mengundang da’i baru untuk menemaninya di Wonosari. ‘’Tolong beri saya
teman satu da’i lagi. Insya Allah saya sediakan rumah saya untuk
ditempati, tanah untuk digarap, dan gadis tercantik untuk diperjodoh,’’
katanya penuh asa. [nurbowo/humas LAZIS Dewan Da’wah]
0 komentar:
Posting Komentar