Dalil tentang Ibadah Haji ialah firman alloh dlm surah al-hajj ayat 27-28 dan juga pada surah al-baqarah ayat 197.
Dan juga hadits nabi saw "Barang siapa yg datang ke mekah  
untuk mencari ke ridhoan alloh ta'ala, maka pasti diampuni segala 
dosa2nya yg telah lewat dan yang akan datang serta dapat menyafa'ati 
kepada orang yg mendoakannya.
Sudah  kita ketahui bersama bahwa 
Ibadah Haji
 adalah ibadah yang amat mulia.   Ibadah  tersebut adalah bagian dari 
rukun Islam bagi orang yang mampu    menunaikannya. Keutamaan haji 
banyak disebutkan dalam Al Qur’an dan As    Sunnah. Berikut beberapa di 
antaranya:
Pertama: Ibadah Haji merupakan amalan yang paling afdhol.
Dari Abu Hurairah 
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
سُئِلَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَىُّ    
الأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ « إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ » . قِيلَ   
 ثُمَّ مَاذَا قَالَ « جِهَادٌ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا
    قَالَ « حَجٌّ مَبْرُورٌ »
“Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam  ditanya, “Amalan apa yang   paling 
afdhol?” Beliau shallallahu ‘alaihi  wa sallam menjawab, “Beriman   
kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ada yang  bertanya lagi, “Kemudian apa   
lagi?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa  sallam menjawab, “Jihad di jalan  
 Allah.” Ada yang bertanya kembali,  “Kemudian apa lagi?” “Haji mabrur”,
   jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa  sallam.” (HR. Bukhari no. 1519)
Kedua: Jika ibadah haji tidak bercampur dengan dosa (syirik dan maksiat), maka balasannya adalah surga
Dari Abu Hurairah, Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
“Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349). An Nawawi rahimahullah menjelaskan,
    “Yang dimaksud, ‘tidak ada balasan yang pantas baginya selain 
surga’,    bahwasanya haji mabrur tidak cukup jika pelakunya dihapuskan 
sebagian    kesalahannya. Bahkan ia memang pantas untuk masuk surga.” 
(Syarh  Shahih   Muslim, 9/119)
Ketiga: Haji termasuk jihad fii sabilillah (jihad di jalan Allah)
Dari ‘Aisyah—ummul Mukminin—
radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، نَرَى الْجِهَادَ    
أَفْضَلَ الْعَمَلِ ، أَفَلاَ نُجَاهِدُ قَالَ « لاَ ، لَكِنَّ أَفْضَلَ   
 الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ »
“Wahai 
Rasulullah, kami memandang bahwa  jihad adalah amalan yang   paling 
afdhol. Apakah berarti kami harus  berjihad?” “Tidak. Jihad yang   
paling utama adalah haji mabrur”, jawab  Nabi shallallahu ‘alaihi wa   
sallam.” (HR. Bukhari no. 1520)
Keempat: Haji akan menghapuskan kesalahaan dan dosa-dosa
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa
 yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak  berkata-kata seronok dan   tidak 
berbuat kefasikan maka dia pulang ke  negerinya sebagaimana ketika   
dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari no. 1521).
Kelima: Haji akan menghilangkan kefakiran dan dosa.  
Dari Abdullah bin Mas’ud, 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ  وَالْعُمْرَةِ  
 فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا  يَنْفِى الْكِيرُ
   خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ  لِلْحَجَّةِ   
الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
“Ikutkanlah
 umrah kepada haji, karena  keduanya menghilangkan   kemiskinan dan 
dosa-dosa sebagaimana pembakaran  menghilangkan karat pada   besi, emas,
 dan perak. Sementara tidak ada  pahala bagi haji yang mabrur   kecuali 
surga.” (HR. An Nasai no. 2631, Tirmidzi no. 810, Ahmad 1/387. Kata Syaikh Al Albani hadits ini hasan shahih)
Keenam: Orang yang berhaji adalah tamu Allah
Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
الْغَازِى فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللَّهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ
“Orang
 yang berperang di jalan Allah, orang  yang berhaji serta   berumroh 
adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil  mereka, mereka pun   memenuhi 
panggilan. Oleh karena itu, jika mereka  meminta kepada Allah   pasti 
akan Allah beri” (HR. Ibnu Majah no 2893. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Begitu
 luar biasa pahala dari berhaji. Semoga  kita pun termasuk   orang-orang
 yang dimudahkan oleh Allah untuk menjadi  tamu-Nya di   rumah-Nya. 
Semoga kita dapat mempersiapkan ibadah  tersebut dengan   kematangan, 
fisik yang kuat, dan rizki yang halal.
Semoga Allah mengaruniakan kita haji yang mabrur yang tidak ada balasan selain surga.
 
’Ustaz 
ini seperti orang sinting saja,’’ kata Camat Wonosari Lukman Amu SPd, 
MM, menanggapi permintaan Ustaz Mawardi. Bagaimana tidak. Senin kemarin 
mereka duduk bersama di Kantor Kecamatan tanpa bicara soal naik haji 
sama sekali. Tiba-tiba Selasa esok harinya Ustaz datang lagi ke 
Kecamatan, mau pinjam uang untuk ongkos naik pesawat ke Jakarta karena 
akan berangkat haji. Cerita apa ini, kayak Kisah 1001 Malam saja. 
‘’Ustaz ini seharusnya pergi saja ke Rumah Sakit Jiwa,’’ ucap Pak Camat 
kesal.
 
Mawardi 
Yusuf hanya mampu menghela nafas. Jangankan Pak Camat, keluarganya 
sendiri pun tak ada yang percaya dia akan naik haji, kecuali sang istri.
 Demikian pula warga Desa Dimito, hanya tertawa mendengar cerita Ustaz 
mau naik haji. ‘’Ustaz Mawardi itu kerja di mana, gajinya berapa, kok 
tiba-tiba mampu naik haji. Dia kan kerjanya hanya dakwah,’’ celoteh 
seorang tetangganya.
 
Kabar 
gembira itu memang begitu mendadak. Senin malam sepulang menemui Pak 
Camat, Ustaz Mawardi ditelepon dari Kantor Dewan Da’wah Islamiyah 
Indonesia di Jakarta. ‘’Ustaz, antum berangkat haji tahun ini. 
Segera siap-siap, dan harus sudah tiba di Jakarta dalam pekan ini,’’ 
begitu pesan dari induk organisasinya.
 
Tentu saja Mawardi terperangah mendengar kabar tanpa ba-bi-bu itu. Dia sampai tiga kali mengonfirmasi berita tersebut hingga haqqul yaqin.
 
Setelah 
pontang-panting kesana-kemari, akhirnya Ustaz Mawardi mendapat pinjaman 
ongkos dari seorang saudara istrinya di Kota Boalemo. Diapun mengantongi
 tiket pesawat ke Jakarta.
 
Petang sebelum berangkat ke Bandara Djalaluddin, Ustaz Mawardi dan istrinya, Maryam Pakaya, mengundang para tetangga untuk walimatus safar haji. Tetangga memang berdatangan. Tapi, bukan untuk mendoakan keberangkatannya, melainkan mencemooh. Mereka pun ogah masuk rumah Ustaz untuk menikmati sajian syukuran kecil.
 
Malam 
itu juga, dengan hanya ditemani istri dan Idris anaknya, Ustaz Mawardi 
pergi ke kota yang jaraknya sekitar 55 km dari Dimito. Esoknya, Ustaz 
akan terbang ke Jakarta dengan pesawat paling pagi.
 
Sepekan kemudian, nomor telepon asing berawalan +966 menderingkan ponsel Camat Wonosari, Kab Boalemo, Gorontalo.
 
‘’Siapa ini?’’ tanya Lukman Amu SPd, MM.
 
Ustaz Mawardi! Ternyata Sang Ustaz pembina Wonosari itu yang menelepon dari Masjidil Haram di Makkah.
 
‘’Masya 
Allah, jadi benar rupanya Ustaz naik haji,’’ Lukman terperangah. 
Tiba-tiba ia merasa sangat menyesal telah mengingkari Ustaz. Ternyata 
Sang Ustaz bukan saja naik haji, melainkan berhaji dengan ONH Plus!
 
Maka, tergopoh-gopoh Camat Wonosari lalu ngebut
 ke Desa Dimito. Sesampainya di sana, ia berseru lewat pengeras suara 
Masjid Darul Falah: ‘’... Ustaz Mawardi Yusuf memang sedang menunaikan 
ibadah haji, tadi beliau menelepon saya langsung dari Makkah....’’
 
Tak 
hanya itu. Ketika dua pekan kemudian Ustaz Mawardi pulang haji, Lukman 
Amu SPd, MM menyambutnya dengan pesta syukuran di rumah Ustaz. Seluruh 
biaya dia yang bayar.
 
‘’Masya 
Allah Ustaz, maafkan saya. Kalau tahu begini, waktu itu pasti saya akan 
kasih uang Ustaz, bukan hanya meminjamkan,’’ ucap Camat Wonosari sambil 
memeluk hangat Ustaz Haji Mawardi.
 
 
Pelukan Pak Natsir
 
Sudah selayaknya Dewan Da’wah setiap tahun memberi hadiah naik haji buat para da’i seperti Ustaz Mawardi.
 
Mawardi N
 Yusuf, termasuk da’i generasi tahun 1990-an yang dikirim Dewan Da’wah 
ke pedalaman Nusantara. Sebelum bertugas, ia bersama puluhan da’i muda 
lainnya digembleng di Pesantren Pertanian Darul Fallah, Ciampea, Bogor.
 
DR 
Mohammad Natsir, salah satu mentor mereka. Sebelum melepas para da’i, 
Pak Natsir menyalami dan memeluk mereka satu persatu. Wasiat da’wah pun 
dibisikkan mantan Perdana Menteri RI yang juga pendiri Dewan Da’wah itu.
 
Kelak, 
taushiyah dan pelukan Pak Natsir, menjadi kenangan sekaligus energi 
besar bagi para da’i. ‘’Kalaulah bukan karena amanat dakwah yang 
diwasiatkan Pak Natsir, da’i Dewan Da’wah tidak akan tahan hidup di 
pedalaman,’’ ucap Mawardi Yusuf.
 
Ketika 
diterjunkan ke Wonosari yang waktu itu masih bagian dari kecamatan 
Paguyaman, Ustaz Mawardi seperti berdakwah di ‘’Indonesia Kecil’’. Di 
daerah transmigrasi tersebut, berdatangan keluarga-keluarga trans dari 
berbagai suku di Tanah Air; Lombok, Bali, Madura, Jawa, Minahasa, 
Makasar, dan lain-lain.
 
Di 
tengah hutan yang baru dibuka sebagai pemukiman itulah, Mawardi harus 
berjuang untuk eksis sekaligus menerangi kehidupan kaum transmigran.
 
Beruntung
 dia mendapat jodoh Maryam Pakaya, gadis Kota Gorontalo yang mau diajak 
hidup di tengah hutan. Selain pintar memasak, Maryam juga gesit berkebun
 dan beternak. Mereka punya sepetak lahan kacang tanah dan seekor sapi, 
yang ditangani Maryam.
 
Perempuan
 ini juga membuka PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) ‘’Rinjani’’ di 
rumahnya. Dia mengajar di situ bersama sejumlah guru lain. Muridnya 
sekitar 40-an.
 
Salah 
satu tantangan dakwah Ustaz Mawardi adalah adat-istiadat yang tidak 
Islami. Misalnya budaya sunat yang hanya menggores sedikit alat vital 
bocah lelaki muslim, bukan memotong ujung ‘’kulup burung’’ sebagaimana 
seharusnya. Kalau goresan itu sudah sembuh, si bocah boleh bersunat lagi
 disertai pesta tiga hari. Begitu seterusnya, sehingga seorang anak 
dapat bersunat lebih dari dua kali.
 
Budaya 
lain adalah feodalisme. Seluruh pengunjung sebuah hajatan tidak boleh 
bubar dulu, sebelum pejabat desa atau kecamatan apalagi kabupaten, 
datang. Padahal, para pejabat itu biasa datang sangat terlambat. Selain 
jalanan yang jauh dan rusak, mereka juga punya bermacam dalih untuk 
telat.
 
‘’Waktu 
dakwah saya bisa habis hanya untuk menunggu kehadiran pejabat,’’ keluh 
Mawardi, yang melayani umat di 14 desa di Kecamatan Wonosari.
 
‘’Saya 
semakin tua, stamina kian lemah. Saya kurus bukan karena kurang makan, 
tapi terlalu banyak kena angin malam,’’ ujar Ustaz yang berkendara motor
 untuk dakwah.
 
Dalam 
sehari, ia biasanya melayani undangan dakwah di 3 tempat berbeda. Bukan 
kemacetan yang jadi kendala menuju lokasi, tapi jarak yang jauh dan 
kondisi sekujur jalan yang berkubang. Seringkali Ustaz harus menginap di
 tengah jalan, bila jalan malam dan motor rusak atau turun hujan.
 
Untuk 
meneruskan dakwahnya kelak, Ustaz Mawardi menyekolahkan anak sulungnya, 
Usman Yusuf Mawardi, ke Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Gorontalo. 
‘’Alhamdulillah, Usman mendapat beasiswa di sini, tadinya mau saya 
masukkan ke Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah M Natsir di Jakarta,’’ ungkap 
Ustaz.
 
Mohammad
 Idris, anak kedua yang masih duduk di kelas 6 SD, juga sudah 
digadang-gadang agar kelak jadi da’i. ‘’Saya ingin Idris masuk Sekolah 
Tinggi Ilmu Dakwah M Natsir,’’ harap Ustaz Mawardi.
 
Dia pun 
mengundang da’i baru untuk menemaninya di Wonosari. ‘’Tolong beri saya 
teman satu da’i lagi. Insya Allah saya sediakan rumah saya untuk 
ditempati, tanah untuk digarap, dan gadis tercantik untuk diperjodoh,’’ 
katanya penuh asa. [nurbowo/humas LAZIS Dewan Da’wah]