Senin, 18 Juli 2011

3. Marhaban Yaa Ramadhan

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh dengan hikmah,keberkahan dan pahala, sehingga bulan ini sangat ditunggu-tunggu oleh kaum muslimin dan muslimat di seluruh dunia. rasa syukur dan kegembiraan diungkapkan dengan meningkatkan ibadah kepada sang kholik yakni Allah SWT, dalam bulan ini tidak ada kata lain bagi kita semuanya selain memperbanyak ibadah :فَاسْتَبقُوا الغَيْرَاتْ Berlomba-lomba dalam kebajikan, mari kita serukan bulan yang mulia ini dengan berlomba-lomba mencari ridho Allah SWT agar kita termasuk golongan orang yang bertaqwa dan beriman kepadany. bulan Ramadhan ini bulan yang suci bagi umat Islam Sedunia, bulan Ramadhan merupakan bulan pengujian iman bagi seorang muslim dengan diwajibkannya melaksakan jihat yang luar biasa dan hanya bisa ditentukan ganjarannya oleh Allah SWT sendiri. hanya Alah yang tahu kadar/nilai ibadah seseorang tersebut. ibadah yang luar biasa tersebut adalah Puasa dan murupakan rukan Islam yang ke empat.

Ibadah puasa memiliki kedudukan tersendiri di sisi Allah l. Allah akan memberikan pahala yang berlipat ganda sesuai kualitas puasa yang dilakukan seorang hamba. Semakin tinggi kualitas puasanya, semakin banyak pula pahala yang didapat. Yaitu puasa yang tidak sekadar menahan lapar dan dahaga.

Puasa merupakan ibadah yang sangat dicintai Allah l. Hal ini sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah z bahwa Rasulullah n bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلاَّ الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي
“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah l berkata, ‘Kecuali puasa, maka Aku yang akan membalas orang yang menjalankannya karena dia telah meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsunya dan makannya karena Aku’.” (Sahih, HR. Muslim)
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan betapa tingginya nilai puasa. Allah l akan melipatgandakan pahalanya bukan sekadar 10 atau 700 kali lipat, namun akan dibalas sesuai dengan keinginan-Nya. Padahal kita tahu bahwa Allah l Maha Pemurah, maka Dia tentu akan membalas pahala orang yang berpuasa dengan berlipat ganda.
Hikmah dari semua ini adalah sebagaimana tersebut dalam hadits, bahwa orang yang berpuasa telah meninggalkan keinginan hawa nafsu dan makannya karena Allah l. Tidak tampak dalam dzahir (lahiriah)nya dia sedang melakukan suatu amalan ibadah, padahal sesungguhnya dia sedang menjalankan ibadah yang sangat dicintai Allah l dengan menahan lapar dan dahaga. Sementara di sekitarnya ada makanan dan minuman.
Di samping itu, dia juga menjaga hawa nafsunya dari hal-hal yang bisa membatalkan puasa. Semua itu dilakukan karena mengharapkan keridhaan Allah l dengan meyakini bahwa Allah l mengetahui segala gerak-geriknya.
Di antara hikmahnya juga yaitu karena orang yang berpuasa sedang mengumpulkan seluruh jenis kesabaran di dalam amalannya. Yaitu sabar dalam taat kepada Allah l, dalam menjauhi larangan, dan di dalam menghadapi ketentuan takdir-Nya l. Allah l berfirman:
“Sesungguhnya akan dipenuhi bagi orang-orang yang sabar pahala mereka berlipat ganda tanpa perhitungan.” (az-Zumar: 10)
Perlu menjadi catatan penting bahwa puasa bukanlah sekadar menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal lainnya yang membatalkan puasa. Orang yang berpuasa harus pula menjaga lisan dan anggota badan lainnya dari segala yang diharamkan oleh Allah l. Namun bukan berarti ketika tidak sedang berpuasa boleh melakukan hal-hal yang diharamkan tersebut.
Maksudnya adalah bahwa perbuatan maksiat itu lebih berat ancamannya bila dilakukan pada bulan yang mulia ini dan ketika menjalankan ibadah yang sangat dicintai Allah l. Bisa jadi seseorang yang berpuasa itu tidak mendapatkan faedah apa-apa dari puasanya kecuali hanya merasakan haus dan lapar. Na’udzubillahi min dzalik.
Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang yang berpuasa agar mendapatkan balasan dan keutamaan-keutamaan yang telah Allah l janjikan. Di antaranya:
1. Setiap muslim harus membangun ibadah puasanya di atas iman kepada Allah l dalam rangka mengharapkan ridha-Nya, bukan karena ingin dipuji atau sekadar ikut-ikutan keluarga atau masyarakatnya yang sedang berpuasa. Rasulullah n bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah l, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)
2. Menjaga anggota badannya dari hal-hal yang diharamkan Allah l, seperti menjaga lisannya dari dusta, ghibah, dan lain-lain. Begitu pula menjaga matanya dari melihat orang lain yang bukan mahramnya baik secara langsung atau tidak langsung, seperti melalui gambar, film, dan sebagainya. Juga menjaga telinga, tangan, kaki, dan anggota badan lainnya dari bermaksiat kepada Allah l.
Rasulullah n bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah tidak peduli dia meninggalkan makan dan minumnya.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 1804)
Maka semestinya orang yang berpuasa tidak mendatangi pasar, supermarket, mal, atau tempat-tempat keramaian lainnya melainkan ada kebutuhan yang mendesak. Karena biasanya tempat-tempat tersebut bisa menyeretnya untuk mendengarkan dan melihat perkara-perkara yang diharamkan Allah l. Begitu pula menjauhi televisi, karena tidak bisa dimungkiri lagi bahwa efek negatifnya sangat besar baik bagi orang yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa.
3. Bersabar untuk menahan diri dan tidak membalas kejelekan yang ditujukan terhadapnya.
Rasulullah n bersabda dalam hadits Abu Hurairah z:
الصِّياَمُ جُنَّةٌ، فَإِذَا كاَنَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
“Puasa adalah tameng, maka apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah dia berkata kotor dan janganlah bertengkar dengan mengangkat suara. Jika dia dicela dan disakiti maka katakanlah, ‘Saya sedang berpuasa’.” (Sahih, HR. Muslim)
Dari hadits tersebut bisa diambil pelajaran tentang wajibnya menjaga lisan. Apabila seseorang bisa menahan diri dari membalas kejelekan maka tentunya dia akan terjauhkan dari memulai menghina dan melakukan kejelekan lainnya.
Sesungguhnya puasa itu akan melatih dan mendorong seorang muslim untuk berakhlak mulia serta melatih dirinya menjadi sosok yang terbiasa menjalankan ketaatan kepada Allah l. Namun hasil yang demikian tidak akan didapat kecuali dengan menjaga puasanya dari beberapa hal yang tersebut di atas.
Puasa itu ibarat sebuah baju. Bila orang yang memakai baju itu menjaganya dari kotoran atau sesuatu yang merusaknya, tentu baju tersebut akan menutupi auratnya, menjaganya dari terik matahari dan udara yang dingin, serta memperindah penampilannya. Demikian pula puasa, orang yang mengamalkannya tidak akan mendapatkan buah serta faedahnya kecuali dengan menjaga diri dari hal-hal yang bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan pahalanya.


Wallahu a’lam bish-shawab.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates